Luapan Lumpur Baby Volcano di Grobogan Tidak Berbahaya, Biasa Muncul Pasca Gempa Bumi

- 24 Maret 2024, 12:03 WIB
Lokasi Bledug Cangkring di Desa Grabagan, Kecamatan Kradenan, yang sempat meluap pasca gempa bumi yang berpusat di Timur Laut Tuban.
Lokasi Bledug Cangkring di Desa Grabagan, Kecamatan Kradenan, yang sempat meluap pasca gempa bumi yang berpusat di Timur Laut Tuban. /PR Jateng/Hana./


PR Jateng – Luapan lumpur yang terjadi di Bledug Cangkring, Desa Grabagan, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, yang meluap pada Jumat, 22 Maret 2024, tidak berbahaya.

Endapan lumpur yang timbul ke permukaan tersebut sedalam 70 centimeter. Kades Grabagan, Eko Setyawan menjelaskan, kejadian tersebut kali pertama pada tahun 2024 ini. Dirinya menuturkan, setiap terjadi gempa, Bledug Cangkring selalu mengeluarkan endapan lumpur.

Meluapnya lumpur di Bledug Cangkring yang dikenal sebagai lokasi baby volcano ini tidak berbahaya. Hal itu diungkapkan Kasi Energi Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) wilayah Kendeng Selatan, Sinung Sugeng Ariyanto.

Baca Juga: Calon Juara Piala Eropa 2024 Inggris Bertekuk Lutut 0-1 Atas Brasil Saat Jalani Laga Persahabatan di Wembley

“Insya Allah tidak berbahaya, karena jarang menyemburkan gas dengan intensitas tinggi, seperti di Kesongo dan lokasinya datar, terbuka angina, sehingga mudah mengurai konsentrasi gasnya,” jelas Sinung Sugeng Ariyanto, saat dikonfirmasi, Minggu 24 Maret 2024.

Sinung juga menjelaskan, intensitas letupan yang terjadi di Bledug Cangkring ini ritmenya teratur. Berbeda dengan di Bledug Kesongo, yang berada di perbatasan Blora dan Grobogan ini.

“Kalau di Kesongo kadang seperti tidak ada gas yang keluar, tetapi ternyata gas terhimpun di dalam, kemudian keluar dengan tekanan tinggi disertai suara gemuruh dengan gas tersembur cukup besar,” tambah Sinung.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, peristiwa luapan lumpur yang terjadi di Bledug Cangkring, pada Jumat, 22 Maret 2024. Muntahan lumpur tersebut terjadi beberapa saat pasca gempa bumi tektonik yang berpusat di timur laut Tuban, Jawa Timur.

“Peristiwa lumpur yang meluber bercampur gas yang terjadi ini, termasuk peristiwa mud volcano (gunung lumpur), dengan volume yang lebih besar dari biasanya hingga meluber ke sekitar lokasi dan peristiwanya terjadi sesaat setelah gempa yang terjadi di lautan Tuban ,” jelas Sinung.

Sinung mengungkapkan, keluarnya lumpur dari dalam bumi serta adanya gempa memang peristiwa alami yang tidak bisa dicegah.

“Kalau hanya sekedar banjir lumpur, masih bisa dikendalikan dengan mengaragkan aliran untuk tidak menggenangi sawah atau masuk ke pemukiman warga,” imbuhnya.

Hal yang Perlu Diwaspadai

Sinung menjelaskan, ada hal yang perlu diwaspadai bila ada gas dalam konsentrasi besar yang keluar. Beberapa hal yang diwaspadai tersebut antara lain, bila gas berbau seperti telur busuk atau belerang berarti merupakan jenis H2S atau Hydrogen Sulfide (H2S), yang merupakan senyawa kimia gas yang tidak berwarna, lebih berat dari pada udara, flammable, mudah meledak.

“Kalau gas jenis H2S ini masyarakat harus jauh dari titik lokasi dan biarkan terurai dengan angin. Hindari tempat rendah atau cekungan yang lebih rendah dari permukaan tanah sekitar, karena biasanya gas beracun dengan konsentrasi tinggi terkumpul,” ujar Sinung.

Selain itu pihaknya mengimbau kepada pelaku wisata di kawasan bledug untuk membuat rambu-rambu agar pengunjung tidak terlau dekat dengan semburan.

“Kalau di Bledug Cangkring, biasanya terjadi sehabis hujan atau gempa. Biasanya air meluber, jadi ya harus dihindari pada waktu-waktu tersebut di lokasi,” tambahnya.

Luapan lumpur menggenangi areal sawah di sekitar Bledug Cangkring.
Luapan lumpur menggenangi areal sawah di sekitar Bledug Cangkring.

Paling Berbahaya

Di antara tiga bledug yang berada di Kabupaten Grobogan dan Blora, yang paling berbahaya yakni Bledug Kesongo, yang berada di antara Kecamatan Jati (Kabupaten Blora) dan Kecamatan Gabus (Kabupaten Grobogan).

Sinung menjelaskan, Bledug Kesongo lebih berbahaya dibanding dengan Bledug Cangkring dan Kuwu. Hal ini dikarenakan topografi di sana bergelombang dan banyak cekungan atau lembah yang potensi gas beracn terakumulasi lantaran jenisnya yang lebih tinggi dari udara sekitar di situ.

“Tempat korban meninggal yang saya temui biasanya di dalam lembah, jadi korban terjebak di lokasi saat menyelamatkan diri,” tutup Sinung.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah