Jalan Kaki Puluhan Kilometer, Petani di Pati Demo ke Kantor Pertanahan Minta Tanah Nenek Moyang Dikembalikan 

- 31 Mei 2024, 19:19 WIB
Massa sampai di depan kantor Bupati Pati , Jumat (31/5) pagi.
Massa sampai di depan kantor Bupati Pati , Jumat (31/5) pagi. /

(PR JATENG) PATI- Konflik lahan antara petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu dengan PT Laju Perdana Indah atau Pabrik Gula Pakis tak kunjung kelar. Para petani pun menggelar long march untuk mencari keadilan, Jumat (31/5/2024). 

Sekitar 80-an warga berjalan kaki dari Makam Mbah Mutamakkin, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso hingga Kantor BPN Pati. Belasan kilometer pun ditempuh para petani untuk mencari keadilan. Para petani juga didampingi LBH Semarang dalam aksi itu. Massa berjalan dari Makam Mbah Muttamakin Kajen menuju ke kantor ATR/BPN Kabupaten Pati. Jaraknya sekitar 21 kilometer.

 Usia menggelar doa bersama, massa selanjutnya melakukan jalan kaki menuju kantor Pertanahan Pati pukul 01.00 WIB dini hari. Massa baru sampai di depan kantor Pertanahan Pati sekira pukul 09.00 WIB.

Berbagai sepanduk juga dibentangkan dalam aksi yang mereka sebut sebagai ”Laku Melaku” tersebut. Wajah kusam dan rasa lelah tak membuat langkah mereka mundur sedikit pun. Mereka terus berjalan hingga sampai di Kantor BPN Pati. 

Koordinator LBH Semarang, Dhika mengaku para petani Pundenrejo sudah menempuh perjalanan panjang. Long March ”Laku Melaku” ini sebagai gambaran panjangnya perjuangan mereka untuk mendapatkan hak mereka. 

”Ini sudah beberapa kali, sudah ke DPRD, Bupati, kanwil terakhir aksi di BPN Jawa Tengah. Namun justru sangat menggambarkan tidak adanya keberpihakan BPN,” ujar Dika. 

Dika menjelaskan tanah puluhan hektare di Desa Pundenrejo dalam status konflik lahan. Tanah tersebut saat ini dikuasai PT Laju Perdana Indah atau PG Pakis dengan status HGB. 

Menurutnya, lahan tersebut sebelumnya dikuasai oleh warga sebelum tahun 1965. Namun, tanah itu kemudian diambil alih pihak Kodam Diponegoro dengan ancaman warga akan dituduh sebagai simpatisan PKI bila menentang pihak tentara. 

Pada tahun 1974, status lahan tersebut berubah menjadi HGB yang dikuasai PT BAPPIPUNDIP. Status HGB tersebut kemudian diperpanjang. pada tahun 1994 hingga 2024. 

 Namun lahan tersebut tidak dimanfaatkan. Warga pun berinisiatif mengelola tanah itu sebagai lahan pertanian sejak 1999. Warga menilai lahan itu merupakan milik nenek moyangnya. Warga pun merasa sudah mendapatkan hak mereka. 

 Petaka bagi petani Pundenrejo kembali datang pada tahun 2020 lalu, saat pandemi Covid-19 melanda. Tanaman para petani tiba-tiba dirusak oleh sejumlah orang yang tak dikenal. 

 Namun ternyata, status HGB lahan itu telah beralih ke PT Laju Perdana Indah atau PG Pakis. Konflik lahan pun kembali muncul dan tak kunjung kelar hingga saat ini. Warga tak bisa kembali menanam di lahan tersebut Mereka pun menuntut HGB PG Pakis dicabut. 

”Sekarang petani itu susah mas. Petani tidak punya lahan, pekerjaan serabutan. Nganggur di rumah, petani itu gelisah, tidak ada makanan yang dimakan mas. Minta kepada dulur-dulur supaya dulur-dulur mau membantu kepada petani Pundenrejo,” keluh Sumiati salah satu petani Pundenrejo. 

Kepala BPN Pati Jaka Purnomo pun mendatangi para petani Pundenrejo. Namun, pihaknya tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut HGB tersebut. Pihaknya hanya bisa mengakomodir aspirasi para petani untuk disampaikan kepada pimpinannya. 

”Kita Terima yang disampaikan oleh masyarakat, kita akomodir menjadi layanan berikutnya. Saya kira itu. Komitmen kita yang disampaikan kita akan laporkan, itu komitmen saya lah,” tandas dia. 

Editor: Teddy Wijanarko


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah