Tradisi Pasca Lebaran: Memahami Makna Apa Itu Halalbihalal? Dilihat Dari 3 Pendekatan

- 17 April 2024, 10:53 WIB
Ilustrasi, ini 7 tips halalbihalal Lebaran Idul Fitri tetap aman dari penularan kasus Covid 19
Ilustrasi, ini 7 tips halalbihalal Lebaran Idul Fitri tetap aman dari penularan kasus Covid 19 /Tangkapan layar Pexels/mentatdgt

PR Jateng – Tradisi yang sering dilakukan ketika lebaran Idul Fitri tiba yaitu halalbihalal. Namun tahukan Anda makna dari halalbihalal tersebut? Berikut penjelasannya.

Guru PAI SMP Sandika Kabupaten Banyuasin, Astrida, S.Pd.I., mengatakan halalbihalal merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang dilakukan sesudah hari lebaran, baik di kalangan instansi pemerintah, perusahaan, dunia Pendidikan, maupun kelompok masyarakat. 

“Kegiatan ini tentu saja menjadi tradisi tahunan yang unik dan tetap dipertahankan serta dilestarikan. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menenkankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling berbagi kasih sayang pasca lebaran,” tulisnya di laman sumsel.kemenag.go.id.

Astrida menyebut dalam perjalanan hidup manusia tidak selalu luput dari dosa, halalbihalal menjadi momentum penting untuk saling memaafkan baik secara individu maupun kelompok.

Baca Juga: Di Purbalingga Harga Sejumlah Sembako Masih Tinggi Sepekan Setelah Lebaran

“Halalbihalal dilihat dari sisi silaturahmi dapat menjadi perantara untuk memperluas rezeki dan memperpanjang umur, sebagaimana keterangan sebuah hadis dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi”,” jelasnya.

Astrida pun memjelaskan lebih rinci arti penting halalbihalal yang ditinjau dari tiga pendekatan, yaitu pendekatan Bahasa, pendekatan hukum, dan pendekatan Alquran yang diuraikan berikut.

Makna Halalbihalal Melalui 3 Pendekatan

Pendekatan Bahasa 

Halalbihalal merupakan budaya yang hanya ada di Indonesia dan istilahnya memakai Bahasa Arab, maka untuk mengartikan halalbihalal dibuhakan pendekatan Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab.

Menurut Menurut kamus besar bahasa Indonesia, halal bihalal berarti acara maaf-maafan pada hari lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahmi.

Sedangkan dalam bahasa Arab, halal bihalal berasal dari kata “Halla atau Halala” yang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya, antara lain: penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu. 

Karena itu, melalui pendekatan kedua bahasa di atas, maka arti halal bihalal adalah suatu kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi, sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.

Baca Juga: Sering Kambuh Usai Libur Lebaran, Berikut 5 Bahan Herbal Mengobati Penyakit Asam Urat Yang Gampang dan Mudah

Pendekatan Hukum

Kedua, pendekatan dari segi hukum. Dalam hukum Islam (Fiqih), kata halal lawan dari haram. Halal adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan.

Sedangkan haram adalah suatu tuntutan untuk ditinggalkan atau perbuatan yang melahirkan dosa dan mengakibatkan siksaan. Jadi dengan adanya halal bihalal bagi yang melakukannya akan terbebas dari semua dosa.

Dengan demikian, makna halal bihalal ditinjau dari segi hukum adalah menjadikan sikap yang tadinya haram atau berdosa menjadi halal dan tidak berdosa lagi.

Hal tersebut dapat tercapai bila syarat-syarat lain terpenuhi, yaitu syarat taubat, di antaranya menyesali perbuatan, tidak mengulangi lagi, meminta maaf dan jika berkaitan dengan barang maka dikembalikan kecuali mendapat ridha dari pemiliknya.

Pendekatan Alquran

Ketiga, pendekatan dari segi tinjauan Qur’ani. Kata halal dalam al-Qur’an dapat ditemukan dalam 6 ayat yang terdapat dalam lima surat, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata haram yaitu dalam surat An-Nahl ayat 116 dan surat Yunus ayat 59.

Dalam surat An-Nahl ayat 116, artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan haram” untuk mengadakan kebohongan kepada Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Q.S. An-Nahl: 116).

Selanjutnya dalam surat Yunus ayat 59 juga digandengkan, sebagai berikut : Katakanlah : “terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah “apakah Allah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-ada saja terhadap Allah?”(Yunus: 59).

Sedangkan keempat sisanya selalu dirangkaikan dengan kata kuluu artinya makanlah dan kata thayyibah artinya yang baik. Hal ini dapat dilihat dalam surat al-Baqarah : 168, surat al-Anfal : 69, surat al-Maidah: 88 dan surat an-Nahl : 116.

Dalam surat al-Baqarah : 168 artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 168). 

Dijelaskan juga dalam surat al-Anfal ayat 69, artinya : Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah engkau ambil itu, sebagi makanan yang halal lagi baik, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (alAnfaal: 69).

Surat Al-Maidah ayat 88, artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (al-maidah: 88).

Terakhir dalam surat an-Nahl ayat 166 artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah. (an-Nahl: 116).

Jadi kata halal dalam surat tersebut di atas selain dirangkaikan dengan kata haram dan kulu, juga dirangkaikan dengan kata thayyib yang berarti “baik lagi menyenangkan”. 

Dengan demikian, Alquran menuntut setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik dalam berpolitik, berdagang, berpakaian, berbicara, berhubungan sesama manusia dan lain-lain, maka harus sesuatu yang baik dan menyenangkan semua pihak, artinya ketika kita berdagang atau berbisnis kita dituntut untuk tidak menipu, curang, dan berbohong.

Halalbihalal menjadi momen di mana orang saling memaafkan dan menyambut kembali satu sama lain setelah menjalani bulan suci Ramadan.

"Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai seperti kerukunan, kebersamaan, dan pengampunan".

Melalui halalbihalal, orang berusaha untuk membersihkan hati dari dendam dan kesalahpahaman, serta membangun kembali hubungan yang harmonis.***

Editor: Titis Ayu

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah