MK Tolak Permohonan 13 Kepala Daerah yang Minta Pilkada 2024 Diundur, Salah Satunya Bupati Kebumen

- 21 Maret 2024, 08:32 WIB
Ketua MK Suhartoyo membacakan Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK Jakarta, pada Rabu, 20 Maret 2024.
Ketua MK Suhartoyo membacakan Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK Jakarta, pada Rabu, 20 Maret 2024. /PR Jateng/Dok. MK RI

PR JATENG - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan 13 Kepala Daerah yang meminta penyelenggaraan Pilkada 2024 diundur ke 2025.

Salah satu kepala daerah yang ikut mengajukan permohonan tersebut ke MK yakni Bupati Kebumen, Jawa Tengah Arif Sugiyanto.

Sidang pengucapan Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK Jakarta, pada Rabu, 20 Maret 2024.

Baca Juga: Ini Tanggapan Jordi Amat Setelah Namanya Dicoret Jelang Laga Timnas Indonesia Vs Vietnam

Para Pemohon meminta agar MK mengubah pemungutan suara serentak untuk 276 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang mengakhiri masa jabatan pada tahun 2022 dan 2023 dilaksanakan pada November 2024.

Lalu Pemungutan Suara serentak untuk 270 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 dilaksanakan pada Desember 2025.

Permohonan gugatan dari 13 kepala daerah yang merasa dirugikan karena masa jabatannya terpotong satu tahun karena pilkada serentak. Oleh karena itu, mereka meminta supaya pilkada untuk 270 daerah itu baru digelar pada Desember 2025.

Baca Juga: Bank Indonesia Siapkan Uang Layak Edar Jelang Idul Fitri, Berikut Titik Lokasi Penukaran Uang Baru di Semarang

Dalam putusannya, MK tidak mengabulkan permintaan 13 kepala daerah yang menginginkan jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak diatur ulang mundur menjadi 2025.

Meski demikian, MK mengabulkan sebagian permohonan Pengujian Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Permohonan pengujian materiil UU Pilkada tersebut diajukan oleh 13 orang kepala daerah, yaitu Al Haris (Gubernur Jambi), Mahyedi (Gubernur Sumatera Barat).

Agus Istiqlal (Bupati Pesisir Barat), Simon Nahak (Bupati Malaka), Arif Sugiyanto (Bupati Kebumen), Sanusi (Bupati Malang), Asmin Laura (Bupati Nunukan).

Baca Juga: Pelatih Vietnam Philippe Troussier Prediksi Timnas Indonesia Bakal Sulitkan Vietnam

Sukiman (Bupati Rokan Hulu), Moh. Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar), Basri Rase (Walikota Bontang), Erman Safar (Walikota Bukittinggi), Rusdy Mastura (Gubernur Sulawesi Tengah) dan Ma’mur Amin (Wakil Gubernur Sulawesi Tengah).

Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, jadwal pemungutan suara serentak nasional dalam Pilkada tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, yaitu November 2024.

Sebab, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak secara nasional telah disusun desain penyelenggaraan transisi yang terdiri atas beberapa gelombang, yaitu pelaksanaan pemilihan serentak pada 2015, 2017, 2018, 2020, dan November 2024.

Terlebih lagi, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024, Mahkamah telah menegaskan jadwal pemungutan suara serentak nasional dalam Pilkada sesuai dengan ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, yaitu November 2024.

Baca Juga: Putra Tectona Bandung Buka Peluang Ke Final Kejuaraan Bola Voli Nusantara Cup 2024

"Berdasarkan pertimbangan hukum, maka permohonan para Pemohon berkenaan dengan norma Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 yang mengakibatkan berubahnya jadwal pemungutan suara serentak secara nasional adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Saldi.

Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan perkara nomor 27/PPU-XXII/2024 mengatakan, permintaan yang dikabulkan hanya memperjelas Pasal 201 ayat 7.

Pasal itu sebelumnya berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024".

Kemudian, Pasal 201 ayat 7 tersebut diubah dengan norma baru sebagai berikut:

"Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup, serta Walikota dan Wawalkot hasil pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan".

Baca Juga: Tak Disangka! Ide Musik Viral dari Serial Avatar The Last Airbender Ternyata Dari Indonesia!

 

Sedangkan permintaan untuk mengubah jadwal pilkada serentak dari November 2024 menjadi Desember 2025 ditolak oleh MK.

"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Suhartoyo.

Dalam putusan ini, ada satu hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.***

Editor: Sudarno Ahmad Nashori


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah